Logika Masuk Surga



Juara 3 Sayembara Cerita Mini Internasional PPI Yaman
Logika Masuk Surga
By: Epi Suhaepi*

Di suatu Sekolah Menengah Atas (SMA), seorang guru agama tak biasanya menyampaikan materi. Materi yang disampaikan biasanya dengan metode ceramah yang membuat kelas seperti majelis taklim ibu-ibu pengajian, kali ini diisi dengan berdiskusi, melibatkan para siswa sekelas. Materinya pun cukup menarik, tentang  surga.
-Anak-anak, siapa di kelas ini yang ingin masuk surga ? Tanya Pak Ahmad, Guru Pendidikan Agama Islam.
Dengan semangat semua siswa sekelas berteriak, -Saya pak! Saya pak! Saya pak!-.
-Baik, baik. Kalau mau berbicara, angkat tangan dulu baru saya tunjuk dan silahkan bicara,  perintah Pak Ahmad sambil menenangkan siswa.
-Kalau kalian ingin masuk surga, tentu tahu kan, apa yang membuat kita masuk surga, ada yang tahu?  Lanjut Pak Ahmad.
Beberapa siswa mengangkat tangan dan Pak Ahmad menunjuk mereka satu persatu.
-Faris, apa jawabanmu?  Tanya pak Ahmad sambil mengambil spidol untuk menulis jawaban Faris.
-Shalat, zakat, puasa, dan berdoa, Pak  jawab faris dengan PD-nya.
Sambil menulis jawaban Faris di papan tulis, Pak Ahmad mempersilahkan Budi yang sedari tadi ingin memberikan jawabannya.
***
Dengan semangat, Budi menjawab dengan bantuan lima jari tangannya, -Satu sering shalat tahajud, dua berbakti pada orangtua, tiga tidak mencontek, empat tidak menggosip, lima…
-Sudah-sudah, sudah cukup Budi. Jawabanmu kepanja-ngan seperti kereta,  perintah Pak Ahmad sambil memotong jawaban Budi yang diiringi tawa teman-temannya. Budi pun hanya bisa diam.
Setelah mencatat jawaban Faris dan Budi, Pak Ahmad meminta semua siswa berdiri.
-Baiklah anak-anak, Bapak meminta kalian semua berdiri sebentar , perintah Pak Ahmad sambil duduk di kursinya. Tanpa bertanya, semua siswa langsung berdiri.
-Bapak akan memberikan beberapa pertanyaan yang mana pertanyaan ini menentukan kalian tetep berdiri atau duduk. Bagi yang nanti tetap berdiri dia lolos sebagai pemenang dan yang nanti duduk, dialah yang kalah.  Jelas Pak Ahmad.
-Apakah semuanya paham?  Lanjutnya,
-Paham Paaaaak!  Jawab serentak semua siswa.
Pak Ahmad pun mengajukan pertanyaan satu-persatu.
-Pertama, hari ini yang shalat subuhnya kesiangan silah-kan duduk.  Dengan muka malu, lima orang siswa duduk. Siswa yang lain mentertawakan mereka.
-Kedua, yang hari ini sudah menggosip atau membicara-kan aib orang, duduk! Sepuluh siswa duduk. Para siswa yang berdiri pun berteriak,
-Huuuuuuuuuuuuuh .
-Ketiga, yang mencontek ulangan harian kemarin, silahkan duduk!!  Sontak semua siswa yang masih berdiri duduk. Tidak ada satu pun yang tersisa. Mereka pun senyum malu, termasuk Budi dan Faris.
Sambil tersenyum, Pak Ahmad menjelaskan maksud simulasi tadi.
-Anak-anak, apa yang disampaikan teman kalian tadi seperti shalat, tidak menggosip, tidak mencontek, dan lain-lain, itu merupakan kebaikan. Lantas apakah kita masih ber-pendapat bisa masuk surga sedangkan kebaikan kita sedikit? Tanya Pak Ahmad.
Sambil mengangkat tangan, Budi menjawab,
-Bisa saja Pak, tadi kan kebaikan kita sedikit, kalau banyak bisa masuk surga donk?  
-Sekarang Bapak tanya, Surga itu milik siapa?  Tanya Pak Ahmad.
-Milik Allah, Pak,  jawab siswa serentak.
-Kalau pun kebaikan kita banyak tapi kalau pemilik surga tidak mengizinkan kita masuk surga apakah kita masih bisa masuk surga?  Tanya lagi Pak Ahmad.
Semua siswa terdiam, merenungi pertanyaan Pak Ahmad yang memang masuk akal.
Akhirnya, Pak Ahmad menjelaskan logika masuk surga
-Amal kebaikan ternyata tidak membuat kita masuk surga. Kalau kita berpikir bahwa amal kita yang membuat kita masuk surga, betapa sombongnya manusia, sedangkan surga itu milik Allah. Maka dari itu, masuk tidaknya manusia ke surga karena kehendak Allah berupa Rahmat-Nya. Amal ke-baikan kita hanya perantara untuk Allah menurunkan rahmat,  jelas Pak Ahmad.
Semua siswa terpukau dengan jawaban guru agama mereka. Selain jawaban yang masuk akal, kadang manusia terlalu bangga akan segala amal kebaikan yang dilakukan, seolah-olah surga miliknya.
* Penulis beralamatkan di Pandeglang, Banten, Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar