Tarim – Hadhramaut, Sikap wasathiyah
(moderat) adalah karakter inti ajaran Islam itu sendiri, demikian tegas
Habib Umar bin Hafidz dalam pembukaan acara Bedah buku al-Wasathiyyah
fil Islam “Moderat dalam Perspektif Islam” karya Habib Umar. Dengan
dipandu Imam Nawawi mahasiswa Universitas Al-Ahgaff sebagai moderator,
acara yang diselenggarakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman
cabang Hadhramaut, pada Jumat (27/12), di Auditorium Fakultas Syariah
dan Hukum, Universtitas Al-Ahgaff, Tarim Yaman berjalan sukses.
Dalam
sambutannya, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Al-Ahgaff,
Dr. Muhammad Abdul Qadir al-Aydrus, menekankan pentingnya memperjelas
kembali makna moderat yang sesungguhnya, di tengah-tengah radikalisme
yang semakin marak dalam kehidupan beragama. “Setiap orang mengaku
dirinya menempuh jalan yang moderat, sehingga pengertian dari terma
wasthiyah sendiri harus diperjelas,” ujar dosen jebolan Universitas
Badhdad tersebut.
Di hadapan sekitar 500 pelajar Indonesia serta
pelajar asing yang menjalankan studi di Propinsi Hadhramaut tersebut,
Habib Umar yang merupakan pengasuh perguruan Darul Mushtafa menegaskan
bahwa sikap moderat dalam beragama adalah representasi nyata sikap
Rasulullah dan para sahabatnya.
Dalam Al-Qur’an Allah menyebut
predikat wasath dalam ayat “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian
umat yang “wasat” (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi
saksi (syuhada’) bagi semua manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi (syahid) juga atas kalian.” (Al-Baqarah:143).
Dalam ayat
tersebut, umat Islam dipuji oleh Tuhan sebagai umat yang tengah-tengah
karena mereka tidak terjerembab dalam dua titik ekstrim. Yang pertama
adalah ekstrimitas umat Kristen yang mengenal tradisi “rahbaniyyah” atau
kehidupan kependetaan yang menolak secara ekstrim dimensi jasad dalam
kehidupan manusia serta pengkultusan terhadap utusan. Yang kedua adalah
ekstrimitas umat Yahudi yang melakukan distorsi atas Kitab Suci mereka
serta melakukan pembunuhan atas sejumlah nabi.
Dengan pandangan
dan sikap ‘wasatha’, setiap Muslim dilarang melakukan tindakan
‘tatharruf’ atau ekstrim dalam menjalankan ajaran agama.
“Ekstrimisme
yang terjadi akhir-akhir ini terjadi karena konsep wasathiyah mulai
terkikis,” tegas Dai Internasional yang getol menyuarakan ukhuwah
Islamiyah itu. Karenanya, tutur Habib Umar, sikap moderat harus menjelma
di setiap dimensi kehidupan seorang muslim, baik dalam ranah akidah,
pemikiran, etika, serta interaksi dengan orang lain.
Menariknya,
Habib Umar menyebut para walisongo sebagai contoh ideal yang telah
berhasil menerapkan prinsip moderat dalam kegiatan dakwah menyebarkan
Islam di tanah air. “Dengan sikap moderat yang ditunjukkan walisongo,
Islam dapat diterima dengan baik di Indonesia,” ujar Habib Umar.
Di
ujung penyampaiannya beliau menegaskan, bahwa sikap wasathiyah bukanlah
sekedar jargon yang hanya disenandungkan tanpa arti. Tapi ia adalah
sebuah karakter dan nilai yang harus tertancap dalam setiap diri setiap
muslim melalui pemahaman yang benar serta komprehensif terhadap
pesan-pesan wahyu Tuhan yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadis.
Acara
bedah buku semakin menarik saat memasuki sesi dialog. Ketika dimintai
pendapat oleh seorang audien terkait hukum ucapan selamat natal
(tahniah) kepada umat kristiani, beliau berpendapat bahwa selagi ucapan
selamat natal tersebut diucapkan tanpa disertai pengakuan (iqrar)
terhadap hal-hal yang bertentangan dengan pokok akidah Islam – seperti
klaim Isa anak Tuhan – serta keikutsertaan dalam kemaksiatan, maka tidak
ada masalah. Hal tersebut, tutur beliau, karena memuliakan para utusan
Allah, termasuk Nabi Isa, adalah diantara hal yang aksiomatis dalam
Islam (min dharuriyyati hadza ad-din).
Acara yang merupakan
agenda dari Departemen Pendidikan dan Dakwah PPI Hadhramaut tersebut
berakhir pukul 23.30 KSA. Selepas bedah buku, diadakan launching buku
berjudul “Janganlah Berbantah-bantahan yang Menyebabkan Kamu Menjadi
Gentar dan Hilang Kekuatanmu”, sebuah terjemah atas karya Habib Umar
berjudul “Wa La Tanaza’u Fatafsyalu wa Tadzhaba Riihukum”. Acara ditutup
dengan penyerahan cinderamata kepada narasumber oleh ketua PPI
Hadhramaut, Muhammad Bukhori. [Dzul
Fahmi/reporter ppi]
1 Komentar
Wah kalau ada bukunya, bisa dishare ustadz, syukron.
BalasHapus