Oleh : Rizky Danil Fatahillah*
Jalan terjal mulai bergagah diri
Bertolak pinggang menunggu tuk ku lewati
Kerikil-kerikil garang menatapmu lapar
Air liurnya menetes melihat Aku kembali
Tiada cepat walaupun harus berlari
Secuil sabar merintih terus ditampar
Tapi sekarang inilah jalan yang Ku pilih
Untuk pulang ke kampong penuh kasih
Adapun coretan ini bukanlah penyesalan atau keluhan
Harga seruan yang dibumbui keindahan
Ku campakkan jamban berhias nikmat
Sebab tersadar kalau rasa semakin membusuk
Lebih baik keluar membawa hati yang berkarat
Disbanding mati karena bau yang menusuk
Mati…
Ya sudah sejak lama memang dia memanggil-manggilku
Hanya Aku saja yang dahulu sering pura-pura tuli darinya
Sebab takut akan rupanya yang orang bilang mengerikan itu
Tapi sekarang Aku tersadar
Bahwa ternyata ia manis dan cantik
Dengan setia Ia berdiri dikejauhan
Memanggil-manggil dan menungguku
Di depan gapura kampung halamanku
Ya Rabb…
Patrilah kuat-kuat rindu ini di dinding hatiku
Sehingga kerikil pun halus menjadi debu
Dan liurpun kering tak sanggup lagi hujani borokku
Pasunglah hasrat hatiku dimasa kelam
Jangan beri ia makan
Biar kurus lapar dan tak berdaya
Agar tak lagi Aku menengok ke belakang
Ke Jamban itu….
*Penulis adalah mahasiswa tingkat dua Universitas al-Ahgaff yang aktif dalam Forom Lingkar Pena (FLP) Hadhramaut, menjabat sebagai anggota PSDM.
0 Komentar